Impor Tidak Bisa Dielakkan, Meski Indonesia Memiliki Sumber Daya Alam yang Melimpah
Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yang kaya. Sumber daya alamnya begitu melimpah dan ini tentu saja menjadi anugerah yang patut disyukuri oleh kita sebagai bangsa Indonesia. Memiliki iklim tropis, membuat aneka bahan pangan bisa tumbuh subur di Indonesia.
Kendati demikian, meski sumber daya alam yang kita miliki melimpah, impor tidak bisa dielakkan. Banyak hal yang mendasari terjadinya impor. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Impor dilakukan usai diperhitungkan dengan baik antara permintaan dan penawarannya. Bersama BP-Guide, mari kenali lebih jauh faktor apa saja yang menyebabkan Indonesia harus melakukan impor.
Kenapa Ya, Indonesia Harus Melakukan Impor?
Masyarakat yang Masih Konsumtif
Faktor pertama penyebab Indonesia masih melakukan impor adalah karena masyarakatnya begitu konsumtif. Ciri masyarakat konsumtif adalah kurang bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebanyakan masyarakat kita memiliki sikap ini, di mana sepanjang mereka mampu membeli, maka mereka akan membelinya meski barang tersebut bukan tergolong kebutuhan mendesak.
Sikap konsumtif ini berdampak pada individu, kelompok, bahkan masyarakat dan negara. Masyarakat kita lebih memilih mengonsumsi produk luar daripada produk dalam negeri. Jika terus terjadi, maka bisa memberi dampak negatif pada usaha atau produk dalam negeri karena hasil penjualannya berkurang dan akhirnya mengalami kerugian.
Belum Maksimalnya Pertumbuhan Industri Dalam Negeri
Impor dilakukan karena kebutuhan barang dan produk belum bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri. Pasar di Indonesia belum mampu memenuhi tingginya permintaan serta kebutuhan masyarakat meski Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan signifikan.
Perkembangan pada sektor pabrik dan industri masih banyak bergantung kepada produk impor. Dari mesin hingga bahan baku industri kebanyakan masih harus impor. Inilah yang membuat industri dalam negeri masih terseok untuk mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Penetrasi Harga
Penyebab selanjutnya mengapa negara kita harus impor adalah karena penetrasi harga. Ini merupakan pendekatan berbasis pasar di mana perusahaan menetapkan harga untuk produk atau jasa yang secara signifikan lebih rendah. Hal ini dilakukan oleh pesaing dalam upaya untuk membuat produk mereka lebih menarik dan lebih terjangkau oleh masyarakat.
Sekarang ini bisa kita lihat bahwa produk impor banyak mendominasi pasar dalam negeri. Aneka barang impor tersebut dijual dengan harga murah sehingga banyak menarik minat masyarakat. Harga produk yang ditawarkan bisa murah karena biaya energi di negara tersebut lebih murah.
Tidak Tersedianya Manufaktur Produk Tertentu Dalam Negeri
Kita banyak membutuhkan produk dan barang untuk memenuhi kebutuhan keseharian. Sayangnya, produksi dalam negeri kadang kurang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Tidak tersedianya manufaktur produk tertentu dalam negeri menjadi satu alasan lagi mengapa Indonesia masih harus impor.
Industri manufaktur kita masih lemah, dan ini yang membuat Indonesia masih ketergantungan terhadap barang impor. Hal ini menggambarkan lemahnya kemandirian ekonomi nasional. Belum maksimalnya peran industri manufaktur untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri membuat penurunan nilai tambah untuk Indonesia.
Supply dan Demand yang Tidak Stabil
Tingginya permintaan kurang seimbang dengan pengadaaan barang. Hal tersebut menjadi penyebab mengapa Indonesia masih harus impor. Pemenuhan supply dalam negeri masih sulit karena pasokan bahan baku di dalam negeri sebagian besar belum mencukupi demand.
Dalam ilmu ekonomi, penawaran dan permintaan bisa menentukan harga dan kuantitas yang terjual di pasar. Dalam suatu pasar yang kompetitif, harga akan berfungsi sebagai penyeimbang antara kuantitas yang diminta oleh konsumen dan kuantitas yang ditawarkan oleh produsen. Jika penawaran dan permintaan seimbang, maka akan tercipta keseimbangan ekonomi antara harga dan kuantitas.
Berbagai Komoditas Impor yang Dibutuhkan Indonesia
Daging Sapi
Konsumsi bahan pangan berupa daging begitu tinggi namun hasil lokal masih kurang bisa mencukupi kebutuhan konsumsi lokal. Pemerintah pun terpaksa impor daging sapi dari luar negeri. Indonesia mendapat pasokan daging yang satu ini dari Australia sebanyak 85 ribu ton dari total impor 160.197 ton yang dilakukan. Selanjutnya, Indonesia juga mengimpor daging sapi dari India sebanyak 45 ribu ton.
Beras
Sebagai negara agraris, Indonesia memang memiliki sawah luas untuk menghasilkan beras. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa hasil stok beras lokal belum bisa mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Keadaan ini diperparah dengan makin sempitnya lahan pertanian di Indonesia karena dialihfungsikan sebagai perumahan, gedung instansi, pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.
Sebenarnya angka produksi beras Indonesia tergolong mencukupi, sayangnya beras yang dihasilkan petani Indonesia tidak bisa terserap oleh Perum Bulog secara maksimal. Ini terjadi karena Bulog dibatasi oleh Instruksi Presiden yang mengatur Harga Pembelian Pemerintah. Hal ini membuat banyak petani di Indonesia lebih memilih menjual gabahnya kepada pedagang beras daripada Bulog, karena pengusaha beras swasta bersedia membeli gabah dengan kualitas bagaimana pun dengan harga berapa pun.
Apel
Buah memang salah satu bahan pangan yang banyak dicari demi memenuhi kebutuhan pangan sehat. Buah impor sangat mudah masuk ke Indonesia karena ada efisiensi subsidi angkut dari pemerintah setempat. Misalnya, Thailand memiliki maskapai penerbangan Thai Airways yang mendapatkan kuota tertentu untuk mengirim buah ke berbagai negara tujuan seperti Indonesia.
Banyaknya buah impor apalagi yang kualitasnya bagus membuat banyak masyarakat lebih memilih mengonsumsi buah impor ketimbang buah lokal. Buah apel adalah salah satu yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Meski mampu menghasilkan apel sendiri, namun dari segi kualitas hingga kuantitas, produksi apel dalam negeri belum bisa memuaskan masyarakat. Indonesia banyak mengimpor apel dari Cina, Australia, dan Selandia Baru.
Kain Katun
Lahan Indonesia memang luas dan bisa ditanami aneka tanaman. Namun, ini tidak mengubah kenyataan bahwa bahan baku tekstil jenis katun Indonesia masih sangat kurang. Salah satu penyebab Indonesia masih impor kain katun adalah karena tanaman ini sulit tumbuh di Indonesia.
Indonesia membutuhkan setidaknya 700 ribu ton kapas per tahun. Hampir sepenuhnya kebutuhan kapas untuk industri tekstil di tanah air kita justru masih impor. Impor terbesar kain katun berasal dari negara Amerika Serikat, Brazil, dan juga Australia.
Kedelai
Beranjak ke barang impor selanjutnya yakni kedelai. Indonesia memiliki 570 ribu hektar lahan kedelai yang menghasilkan kedelai per tahunnya rata-rata 700-800 ribu ton. Sayangnya hal itu masih kurang untuk memenuhi kebutuhan lokal. Maka dari itu, pemerintah pun mengimpor kedelai dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Argentina, dan Brazil.
Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan karena minimnya lahan kedelai di tanah air. lahan terbatas menjadikan produktivitas kedelai lokal juga terbatas. Selain itu, harga kedelai lokal saat panen di tingkat petani cukup rendah. Ini membuat para petani jadi kurang bersemangat dalam menanam kedelai lokal.
Peralatan Elektronik
Indonesia juga membutuhkan permintaan alat elektronik yang besar. Barang elektronik memang kebanyakan diimpor dari Cina, Korea, Jepang. Impor terjadi karena industri elektronik dalam negeri masih sangat tergantung komponen impor. Hal ini terjadi karena minimnya industri komponen di Indonesia.
Susu Bubuk
Produk selanjutnya yang masih diimpor Indonesia adalah susu bubuk. Produk dari para peternak sapi perah lokal belum bisa memenuhi kebutuhan nasional. Total produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 20% dari total kebutuhan 3,3 juta ton per tahun. Negara kita mendapat pasokan susu dari Australia, Selandia Baru, hingga Amerika Serikat.
Kendala terbesar mengapa Indonesia belum bisa mencukupi kebutuhan susu adalah masalah lahan dan pakan. Umumnya peternak lebih banyak memanfaatkan hasil produksi pertanian untuk pakan ternak. Faktanya, pakan paling bagus adalah rumput unggul dan legum yang memiliki kualitas protein cukup tinggi. Peternak lokal kesulitan mendapatkan pakan dengan kualitas unggul. Oleh karena itu, produksi susu belum bisa mencukupi. Minimnya lahan juga menjadi penyebab mengapa produksi susu Indonesia begitu rendah.
Anggur
Seiring meningkatnya konsumsi buah anggur, kebutuhan anggur juga meningkat. Indonesia banyak mengimpor anggur dari Afrika Selatan, Chili, dan Australia. Selain itu, kita juga mengimpor anggur dari Perancis dan berbagai negara di Eropa.
Konsumsi minuman anggur merah dan putih juga diprediksi meningkat. Kebanyakan yang mengonsumsi anggur berasal dari kalangan atas di kota besar. Minuman anggur banyak dikonsumsi sebagai salah satu ciri gaya urban. Selain itu, anggur banyak dikonsumsi dan populer karena diperkenalkan sebagai alternatif sehat dibandingkan minuman beralkohol lainnya.
Jagung
Kebutuhan dalam negeri akan bahan makanan yang satu ini sangat tinggi. Jagung banyak dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan pakan ternak. Negara kita mengimpor sekitar 330,8 juta kg jagung di 6 bulan pertama tahun 2018. Indonesia banyak mengimpor jagung dari India dan Argentina. Selain itu, kita juga mengimpor jagung dari Brazil dan Paraguay. Jagung impor disimpan Bulog lalu akan dikeluarkan kalau harga pasar jagung mengalami kenaikan. Hal itu untuk menurunkan harga jagung yang sedang naik.
Biji Gandum
Gandum menjadi salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan di Indonesia selain beras. Indonesia masih harus mengimpor gandum dari luar negeri. Negara kita mengimpor gandum karena tanaman ini hanya tumbuh di negara subtropis. Pemasok terbesar gandum ke Indonesia adalah Australia. Kemudian, Ukraina dan Kanada merupakan negara pemasok gandum selanjutnya ke Indonesia. Bahan yang satu ini banyak digunakan masyarakat untuk membuat roti, kue, dan mi.
Negara yang Kaya Tetap Perlu Impor
Tidak ada jaminan bagi negara yang kaya dapat memenuhi kebutuhan negaranya melalui kekayaan tersebut. Tetap saja berbagai kebutuhan, termasuk bahan pangan perlu mengikuti permintaan masyarakat. Selain itu, kemampuan negara yang masih kurang dalam memproduksi bahan pangan atau barang membuat masyarakat lebih memilih produk dari luar negeri.